Sabtu, 29 November 2014

KASUS ETIKA BISNIS DALAM PERBANKAN (BANK SYARIAH MANDIRI CABANG BOGOR)



·     RINGKASAN KASUS

Profile Bank Syariah Mandiri
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah  sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha.Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa.Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing.
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999.Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di  kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia  melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh  sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia.BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.
Bank Syariah Mandiri Cabang Utama Bogor merupakan bank cabang wilayah Jawa Barat yang berlokasi di jalan Pajajaran Bogor.  Berbagai produk dan jasa yang diberikan Bank Syariah Mandiri, yaitu tabungan, giro, deposito, layanan BSM priority, pembiayaan konsumen, produk jasa, emas, haji dan umroh.  Produk kredit pembiayaan kredit rumah merupakan bagian dari jasa pembiayaan konsumen yang terdiri dari pembiayaan griya BSM dan  pembiayaan griya BSM bersubsidi. Pembiayaan Griya BSM adalah pembiayaan jangka pendek, menengah, atau panjang untuk membiayai pembelian rumah tinggal (konsumer), baik baru maupun bekas, di lingkungan developer dengan sistem mudharabah.
            Kasus Kredit Fiktif pada Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri membeberkan kronologi serta modus korupsi dan pencucian uang kredit fiktif Rp102 miliar di Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor, Jumat 25 Oktober 2013.Kasus itu bermula dari pengajuan kredit seorang pengusaha properti bernama Iyan Permana tahun 2011.Direktur Tindak Pindana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengatakan, Iyan awalnya ingin mengajukan pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk dia sendiri. Namun dalam proses pengajuannya, Iyan dan tiga pegawai BSM Bogor melakukan penyimpangan kredit.Peran dan modus para tersangka ini adalah membobol uang bank melalui pembiayaan Al Mudharabah.Polisi saat ini menetapkan tujuh dalam kasus kredit  fiktif BSM, tersangka masing-masing Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri Bogor M Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor Chaerulli Hermawan, Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa, serta tiga debitur atas nama Iyan Permana, Henhen Gunawan,  Rizki Ardiansyah, dan seorang notaris Sri Dewi.



Pihak yang Terlibat
Iyan Permana dibantu oleh Henhen Gunawan dan Rizky Ardiansyah yang juga merupakan debitur dalam pengajuan kredit fiktif itu. Ketiga debitur ini mengajukan 197 nama nasabah untuk mengajukan kredit kepemilikan rumah pada Bank Syariah Mandiri.
Dengan rincian Iyan Permana, Henhen Gunawan, dan Rizky Ardiansyah masing-masing mengajukan 150 nasabah, 21 nasabah, dan 26 nasabah, sehingga total kredit sebanyak 197 nasabah.  Dari 197 nasabah yang diajukan kredit, 113 kredit fiktif diajukan Iyan Permana, kemudian Henhen mengajukan 20 kredit fiktif, dan Rizky mengajukan 20 kredit. Sehingga total kredit fiktif sebanyak 153 nasabah.
Dalam kasus ini juga melibatkan notaris yaitu Sri Dewi dengan membuat akta kredit.Namun akta tersebut dibuat tanpa kehadiran pihak debitur, serta sertifikat tanah yang hanya berupa fotokopi.
Niat jahat ketiganya dapat berjalan mulus karena ada keterlibatan orang dalam.Pegawai internal yang terlibat dan ditetapkan tersangka dalam kasus ini adalah Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor, John Lopulisa; Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor, Chaerulli Hermawan;  dan Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri Bogor, Agustinus Masrie.

Cara Memanipulasi
Tiga debitur tersebut melengkapi persyaratan kredit fiktif bermacam-macam.Mereka memanipulasi sejumlah dokumen mulai dari surat tanah sampai KTP palsu, dan tidak menjalani prosedur perbankan yang seharusnya dalam mengajukan kredit.Seperti yang dilakukan Henhen, sebagai seorang pengusaha dirinya menggunakan KTP karyawannya tanpa sepengetahuan si pemilik identitas.Rizky yang berprofesi sebagai seorang dokter meminjam KTP tetangganya, sementara Iyan meminjam akta tanah seseorang kemudian di-foto copy.
Setelah para debitur melengkapi persyaratannya, kemudian masuk lah ke tangan Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa.Pengajuan 197 kredit tersebut dimaksudkan supaya kredit bisa disetujui hanya setingkat Kepala Cabang saja.
John sebagai Account Officer yang memang sudah mengetahui data fiktif tersebut tidak melakukan pengecekan lapangan sehingga kredit yang diajukan bisa dengan mudah di kabulkan Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan, begitu pula dengan persetujan dari Kepala Cabang Utama BSM Bogor Agustinus Masrie yang memang sudah bersekongkol. Ketiga pegawai BSM Bogor itu juga menerima hadiah dari debitur.Ada yang dapat uang tunai Rp3-4 miliar, dan ada yang menerima mobil.
Kemudian 197 kredit tersebut dibawa kepada Sri Dewi selaku notaris yang membuat akta akad kredit.Tanpa dihadiri pihak debitur dan serifikat tanah hanya berupa fotocopy dengan mudah perikatan kredit antara debitur dan pihak bank dibuat.

Kerugian Bank
Kredit yang diajukan Rizky cair sebesar Rp 12,2 miliar. Sementara kredit yang diajukan Henhen cair Rp 12,24 miliar, sisanya cair untuk kredit  yang diajukan Iyan. Total kredit yang dicairkan seluruhnya Rp 102 miliar dan sudah dikembalikan ke pihak bank Rp 59 miliar. Sehingga masih ada sekitar Rp 43 miliar yang belum masuk ke bank saat ini.

UU dan Ancaman Hukuman
Para tersangka dijerat dengan pasal 63 UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah, pasal 3 dan pasal 5 UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Khusus untuk Sri Dewi, penyidik menambahkan pasal 264 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan surat autentik dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara.Keempat tersangka yang kini ditahan Mabes Polri adalah M Agustinus Masrie selaku Kepala Cabang Utama BSM Bogor, Chaerulli Hermawan selaku Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor, John Lopulisa selaku accounting officer BSM Bogor, dan Iyan selaku pengembang properti.
BSM Pusat telah memecat ketiga pegawai tersebut, yaitu: John Lopulisa di-PHK November 2012, Chaerulli Hermawan di-PHK 1 Desember 2012, dan Agustinus Masrie di-PHK 4 Oktober 2013.  



ANALISA KASUS

Kasus di atas merupakan kasus pelanggaran etika yaitu adanya kolusi dari 3 belah pihak. Ketiga pihak tersebut adalah Internal (karyawan) BSM Cabang Bogor (3 orang), Debitur BSM Cabang Bogor (3 orang), dan Notaris (1 orang).Kolusi yang terjadi adalah Pemberian Kredit Fiktif.
Pihak yang diuntungkan:
1)      Karyawan PTBank SyariahMandiri Agustinus Masrie (KepalaCabangUtama BSM Bogor), Chaerulli Hermawan,  dan John Lopulisa (akunting BSM cabang Bogor)
2)      Debitur PT.Bank Syariah MandiriadalahIyanPermana(Pengusaha property),Henhen Gunawan, dan Rizky Ardiansyah.
3)      Notaris : Sri Dewi

Akuntan BSM cabang Bogor John Lopulisa telah melanggar hukum dengan berkolusi bersama 6 orang lainnya, serta melanggar kode etik akuntan tentang kejujuran, integritas. Perbuatan para tersangka merugikan nasabah, masyarakat, BSM dan pemerintah. Nasabah dirugikan karena uang yang diambil dengan kredit fiktif itu adalah merupakan uang nasabah yang dihimpun oleh pihak BSM melalui produk DPK (Dana Pihak ketiga yaitu berupa Tabungan, DepositodanGiro). Kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan berbasis syariah dapat menurun. Serta reputasi BSM dan atau perbankan syariah tercoreng akibat kasus ini. Hak-hak yang dilanggar dengan adanya kasus ini, antara lain: hak nasabah, hak masyarakat, hak BSM dan hak pemerintah.

Dalam kasus ini, hak nasabah yang dirugikan selain dalam bentuk material juga dalam hal kenyamanan, keamanan dan kepercayaan (trust). Hak masyarakat luas adalah kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan berbasis syariah dan hak masyarakat yang harus mendapatkan hak dalam memperoleh tempat tinggal (rumah) tidak terealisasi. Dalam kasus ini, hak BSM adalah yang harus mendapat reputasi (image) yang baik justru menjadi menurun. Hak Pemerintah yang harus memperoleh dana masukan dari masyarakat melalui BSM, justru mengalami potensi kerugian sebesar Rp59 M (dari total Rp102 M).




1 komentar: