·
RINGKASAN
KASUS
Profile
Bank Syariah Mandiri
Kehadiran
BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah
pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis
ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi
termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif
yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali
dunia usaha.Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi
oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa.Pemerintah akhirnya
mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian
bank-bank di Indonesia.
Salah satu
bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan
Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga
terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan
melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta
mengundang investor asing.
Pada saat
bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat
bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu
bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999.Kebijakan
penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero)
Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai
tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan
konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim
ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok
perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun
1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual
banking system).
Tim
Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut
merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti
dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan
Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga
kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana
tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
Perubahan
kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank
Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999.
Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No.
1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah
Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri
secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal
1 November 1999.
PT Bank
Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu
memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan
operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah
yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di
perbankan Indonesia.BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju
Indonesia yang lebih baik.
Bank
Syariah Mandiri Cabang Utama Bogor merupakan bank cabang wilayah Jawa Barat
yang berlokasi di jalan Pajajaran Bogor. Berbagai produk dan jasa yang
diberikan Bank Syariah Mandiri, yaitu tabungan, giro, deposito, layanan BSM
priority, pembiayaan konsumen, produk jasa, emas, haji dan umroh. Produk
kredit pembiayaan kredit rumah merupakan bagian dari jasa pembiayaan konsumen
yang terdiri dari pembiayaan griya BSM dan pembiayaan griya BSM
bersubsidi. Pembiayaan Griya BSM adalah pembiayaan jangka pendek, menengah, atau
panjang untuk membiayai pembelian rumah tinggal (konsumer), baik baru maupun
bekas, di lingkungan developer dengan sistem mudharabah.
Kasus Kredit Fiktif pada Bank
Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor
Badan
Reserse Kriminal Mabes Polri membeberkan kronologi serta modus korupsi dan
pencucian uang kredit fiktif Rp102 miliar di Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang
Bogor, Jumat 25 Oktober 2013.Kasus itu bermula dari pengajuan kredit seorang
pengusaha properti bernama Iyan Permana tahun 2011.Direktur Tindak Pindana
Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengatakan,
Iyan awalnya ingin mengajukan pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk dia
sendiri. Namun dalam proses pengajuannya, Iyan dan tiga pegawai BSM Bogor
melakukan penyimpangan kredit.Peran dan modus para tersangka ini adalah membobol
uang bank melalui pembiayaan Al Mudharabah.Polisi saat ini menetapkan tujuh
dalam kasus kredit fiktif BSM,
tersangka masing-masing Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri Bogor M
Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri Bogor Chaerulli
Hermawan, Accounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa, serta
tiga debitur atas nama Iyan Permana, Henhen Gunawan, Rizki Ardiansyah,
dan seorang notaris Sri Dewi.
Pihak
yang Terlibat
Iyan
Permana dibantu oleh Henhen Gunawan dan Rizky Ardiansyah yang juga merupakan
debitur dalam pengajuan kredit fiktif itu.
Ketiga debitur ini mengajukan 197 nama nasabah untuk mengajukan kredit
kepemilikan rumah pada Bank Syariah Mandiri.
Dengan rincian Iyan Permana, Henhen Gunawan, dan Rizky Ardiansyah masing-masing mengajukan 150 nasabah, 21 nasabah, dan 26 nasabah, sehingga total kredit sebanyak 197 nasabah. Dari 197 nasabah yang diajukan kredit, 113 kredit fiktif diajukan Iyan Permana, kemudian Henhen mengajukan 20 kredit fiktif, dan Rizky mengajukan 20 kredit. Sehingga total kredit fiktif sebanyak 153 nasabah.
Dengan rincian Iyan Permana, Henhen Gunawan, dan Rizky Ardiansyah masing-masing mengajukan 150 nasabah, 21 nasabah, dan 26 nasabah, sehingga total kredit sebanyak 197 nasabah. Dari 197 nasabah yang diajukan kredit, 113 kredit fiktif diajukan Iyan Permana, kemudian Henhen mengajukan 20 kredit fiktif, dan Rizky mengajukan 20 kredit. Sehingga total kredit fiktif sebanyak 153 nasabah.
Dalam
kasus ini juga melibatkan notaris yaitu Sri Dewi dengan membuat akta
kredit.Namun akta tersebut dibuat tanpa kehadiran pihak debitur, serta
sertifikat tanah yang hanya berupa fotokopi.
Niat jahat
ketiganya dapat berjalan mulus karena ada keterlibatan orang dalam.Pegawai
internal yang terlibat dan ditetapkan tersangka dalam kasus ini adalah Accounting
Officer Bank Syariah Mandiri Bogor, John Lopulisa; Kepala Cabang Pembantu Bank
Syariah Mandiri Bogor, Chaerulli Hermawan; dan Kepala Cabang Utama
Bank Syariah Mandiri Bogor, Agustinus Masrie.
Cara
Memanipulasi
Tiga
debitur tersebut melengkapi persyaratan kredit fiktif bermacam-macam.Mereka
memanipulasi sejumlah dokumen mulai dari surat tanah sampai KTP palsu,
dan tidak menjalani prosedur perbankan yang seharusnya dalam mengajukan
kredit.Seperti yang dilakukan Henhen, sebagai seorang pengusaha dirinya
menggunakan KTP karyawannya tanpa sepengetahuan si pemilik identitas.Rizky
yang berprofesi sebagai seorang dokter meminjam KTP tetangganya, sementara Iyan
meminjam akta tanah seseorang kemudian di-foto copy.
Setelah
para debitur melengkapi persyaratannya, kemudian masuk lah ke tangan Accounting
Officer Bank Syariah Mandiri Bogor John Lopulisa.Pengajuan 197 kredit tersebut dimaksudkan supaya kredit bisa
disetujui hanya setingkat Kepala Cabang saja.
John
sebagai Account Officer yang memang sudah mengetahui data fiktif tersebut tidak
melakukan pengecekan lapangan sehingga kredit yang diajukan bisa
dengan mudah di kabulkan Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan,
begitu pula dengan persetujan dari Kepala Cabang Utama BSM Bogor Agustinus
Masrie yang memang sudah bersekongkol. Ketiga pegawai BSM Bogor itu juga
menerima hadiah dari debitur.Ada yang dapat uang tunai Rp3-4 miliar, dan ada
yang menerima mobil.
Kemudian
197 kredit tersebut dibawa kepada Sri Dewi selaku notaris yang
membuat akta akad kredit.Tanpa dihadiri pihak debitur dan serifikat tanah hanya
berupa fotocopy dengan mudah perikatan kredit antara debitur dan
pihak bank dibuat.
Kerugian
Bank
Kredit
yang diajukan Rizky cair sebesar Rp 12,2 miliar. Sementara kredit yang
diajukan Henhen cair Rp 12,24 miliar, sisanya cair untuk kredit yang
diajukan Iyan. Total kredit yang dicairkan seluruhnya Rp 102 miliar dan sudah
dikembalikan ke pihak bank Rp 59 miliar. Sehingga masih ada sekitar Rp 43
miliar yang belum masuk ke bank saat ini.
UU
dan Ancaman Hukuman
Para
tersangka dijerat dengan pasal 63 UU No 21/2008 tentang Perbankan Syariah,
pasal 3 dan pasal 5 UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Khusus
untuk Sri Dewi, penyidik menambahkan pasal 264 ayat 1 KUHP tentang pemalsuan
surat autentik dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara.Keempat tersangka
yang kini ditahan Mabes Polri adalah M Agustinus Masrie selaku Kepala Cabang
Utama BSM Bogor, Chaerulli Hermawan selaku Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor,
John Lopulisa selaku accounting officer BSM Bogor, dan Iyan selaku pengembang
properti.
BSM Pusat
telah memecat ketiga pegawai tersebut, yaitu: John Lopulisa di-PHK November
2012, Chaerulli Hermawan di-PHK 1 Desember 2012, dan Agustinus Masrie di-PHK 4
Oktober 2013.
ANALISA KASUS
Kasus di
atas merupakan kasus pelanggaran etika yaitu adanya kolusi dari 3 belah pihak.
Ketiga pihak tersebut adalah Internal (karyawan) BSM Cabang Bogor (3 orang),
Debitur BSM Cabang Bogor (3 orang), dan Notaris (1 orang).Kolusi yang terjadi
adalah Pemberian Kredit Fiktif.
Pihak yang diuntungkan:
1) Karyawan PTBank
SyariahMandiri Agustinus Masrie (KepalaCabangUtama BSM Bogor), Chaerulli
Hermawan, dan John Lopulisa (akunting BSM cabang Bogor)
2) Debitur PT.Bank
Syariah MandiriadalahIyanPermana(Pengusaha property),Henhen Gunawan, dan Rizky
Ardiansyah.
3) Notaris : Sri Dewi
Akuntan BSM cabang Bogor John
Lopulisa telah melanggar hukum dengan berkolusi bersama 6 orang lainnya, serta
melanggar kode etik akuntan tentang kejujuran, integritas. Perbuatan para tersangka
merugikan nasabah, masyarakat, BSM dan pemerintah. Nasabah dirugikan karena
uang yang diambil dengan kredit fiktif itu adalah merupakan uang nasabah yang
dihimpun oleh pihak BSM melalui produk DPK (Dana Pihak ketiga yaitu berupa
Tabungan, DepositodanGiro). Kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan
berbasis syariah dapat menurun. Serta reputasi BSM dan atau perbankan syariah
tercoreng akibat kasus ini. Hak-hak yang dilanggar dengan adanya kasus ini,
antara lain: hak nasabah, hak masyarakat, hak BSM dan hak pemerintah.
Dalam kasus ini, hak nasabah yang
dirugikan selain dalam bentuk material juga dalam hal kenyamanan, keamanan dan
kepercayaan (trust). Hak masyarakat luas adalah kepercayaan masyarakat
terhadap jasa keuangan berbasis syariah dan hak masyarakat yang harus
mendapatkan hak dalam memperoleh tempat tinggal (rumah) tidak terealisasi. Dalam
kasus ini, hak BSM adalah yang harus mendapat reputasi (image) yang baik
justru menjadi menurun. Hak Pemerintah yang harus memperoleh dana masukan dari masyarakat
melalui BSM, justru mengalami potensi kerugian sebesar Rp59 M (dari total Rp102
M).